YOGYAKARTA - Apakah Anda termasuk salah satu yang mengenal Oriental Circus Indonesia yang sudah muncul sejak tahun 1960-an di Indonesia? Akhir-akhir ini, masyarakat tengah ramai dengan perbincangan sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengenai tuntutan mantan pekerjanya. Dilansir dari Antara, mantan pekerja OCI menuntut adanya eksploitasi pada masa kerjanya. Hal ini pun selanjutnya dibantah oleh pihak Taman Safari Indonesia sebagai pihak yang memiliki lingkup kepemilikan yang sama.
Kelompok sirkus legendaris ini pernah menjadi bagian untuk mengisi panggung hiburan Indonesia selama lebih dari setengah abad. Nama Oriental Circus Indonesia memang tak asing bagi generasi 1980 hingga 2000-an. Pada masa keemasannya, OCI menjadi tontonan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dari Sabang hingga Maluku. Dengan kru berjumlah 70 orang, kelompok ini berkeliling sedikitnya ke 15 kota setiap tahunnya.
Dalam setiap pertunjukannya, tidak kurang dari 1.500 penonton yang hadir untuk menyaksikan atraksi akrobatik, badut, hingga aksi menegangkan dari harimau dan gajah.
Namun, kejayaan itu perlahan memudar seiring perjalanan waktu. Layar OCI resmi turun pada akhir tahun 2019. Bukan hanya karena kemajuan zaman dan perubahan tren hiburan, melainkan juga karena desakan etika, biaya operasional yang semakin tinggi, serta — belakangan — pengakuan yang pilu dari para mantan pemainnya.
Latar Belakang Kelahiran Oriental Circus Indonesia
Sebelum tahun 1960-an, Hadi Manansang, seorang seniman jalanan yang juga pegiat obat tradisional, mempertontonkan sirkus sederhana berupa atraksi salto, lempar trisula, dan aksi menancapkan besi ke dadanya. Ia merintis mimpi membentuk pertunjukan yang lebih besar dari jalanan kota-kota seperti Jakarta, Bogor, hingga Kediri. Kemudian pada 1963, Hadi mendirikan grup Bintang Akrobat dan Gadis Plastik. Tiga tahun selanjutnya, lahirlah Oriental Show, yang resmi menjadi Oriental Circus Indonesia pada tahun 1972. Nama Oriental Circus Indonesia pun dikenal publik sebagai pelopor pertunjukan sirkus modern di Indonesia.
Panggung Oriental Circus Indonesia menyajikan banyak hal: sulap, flying trapeze, juggling, dan atraksi hewan liar. Pada tahun 1990-an, Oriental Circus Indonesia bahkan mengisi panggung di luar negeri—China, Inggris, Amerika Serikat. Masa-masa tersebut menjadi dekade keemasan mereka. Namun, sejak era 2010-an, nama OCI semakin jarang terdengar.
Mereka masih muncul mengisi pertunjukan secara sporadis di kota-kota seperti Medan, Surabaya, Solo, bahkan Pangkal Pinang. Namun, tidak lagi semegah dahulu sehingga tema pertunjukan pun bergeser. Salah satu upaya terakhir mereka yaitu "Hanoman The Dreamer" di Jakarta Utara pada 2016, berkolaborasi dengan pemain dari Eropa.
Masa Keemasan OCI Redup
Seiring perkembangan zaman, banyak hal berubah. Tuntutan terhadap penghentian eksploitasi hewan dalam pertunjukan semakin kuat. Di sisi lain, biaya produksi OCI semakin tidak terjangkau. Menurut Supervisor OCI, Ing Cuan, operasional satu pertunjukan dapat menghabiskan ratusan juta rupiah. Namun, tiket tidak lagi mampu menutup biaya tersebut. Selain itu, tekanan dari organisasi pemerhati satwa juga menjadi salah satu faktor yang membuat OCI redup.
“Pertunjukan hewan dalam sirkus perlahan dianggap tidak etis. Tekanan publik dan hukum membuat grup sirkus harus berubah atau gulung tikar,” kata Marison Guciano, Direktur Investigasi Scorpion Wildlife Monitoring Group.
Demikianlah ulasan untuk mengenal Oriental Circus Indonesia, sirkus yang pernah jaya dan mendapatkan panggung pada masanya. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.